(Genetically Supermale Indonesian of Tilapia)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu sektor ekonomi
yang memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya
dalam pe-nyediaan bahan pangan berprotein, perolehan devisa, dan
penyediaan lapangan kerja. Salah satu sektor budidaya perikanan darat
yang sangat prospektif untuk saat ini hingga akan datang, baik untuk
memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun ekspor adalah ikan nila
(Anonim, 2011).
Ikan nila merupakan jenis ikan yang paling cepat pertumbuhannya
di-bandingkan ikan lain. Ikan nila dapat tumbuh sampai 1 Kg per ekornya
dengan rasa dagingnya yang sangat enak. Ikan ini merupakan ikan favorit
bagi para peternak ikan karena nilai jualnya yang tinggi sekaligus
pertumbuhannya yang pesat menyebabkan waktu panennya lebih pendek. Ikan
nila juga mudah sekali dalam pembudidayaannya, bahkan ikan ini dapat
dibudidayakan dengan berbagai macam cara, yaitu dapat menggunakan kolam,
jaring apung, atau keramba, di sawah, bahkan di kolam yang berair payau
(Tim Karya Tani Mandiri, 2009).
Salah satu jenis ikan nila yang sekarang banyak dibudidayakan
adalah ikan nila gesit (Genetically Supermale Indonesian of Tilapia).
Ikan nila gesit di-hasilkan melalui serangkaian riset panjang yang
diinisiasi oleh Pusat Teknologi Produksi Pertanian BPPT yang kemudian
bekerja sama dengan Fakultas Pe-rikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor (IPB) dan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar
(BBPBAT) Sukabumi di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).
Melalui kegiatan penelitian yang dilakukan se-cara konsisten dan terus
menerus, akhirnya dapat dihasilkan ikan nila jantan super-YY yang telah
dilepas oleh Departemen Kelautan dan Perikanan pada tanggal 15 Desember
2006 di Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, dengan nama nila gesit (Carman
dan Sucipto, 2009).
Ikan nila gesit yang berkromosom YY apabila dikawinkan dengan
betina normalnya (XX), akan menghasilkan keturunan yang seluruhnya
berkelamin jantan XY (genetically male tilapia). Karena pertumbuhan ikan
nila jantan lebih cepat, maka hal ini menjadi jawaban untuk efisiensi
usaha budidaya ikan nila, guna memenuhi permintaan pasar lokal dan
ekspor. Pertumbuhan nila gesit dapat mencapai 1,6 kali lebih cepat
dibanding nila biasa ( Anonim, 2011).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Asal Usul Nila Gesit
Selain sudah memasyarakat, pengembangbiakan ikan nila relatif
mudah di-bandingkan dengan ikan air tawar lainnya, seperti ikan mas dan
gurame. Dalam proses budidaya secara alami dihasilkan rasio jantan dan
betina adalah 60:40, se-hingga usaha budidaya ikan nila diarahkan pada
produksi ikan berkelamin jantan alias monosex.
Ikan nila gesit dihasilkan melalui serangkaian riset panjang yang
diinisiasi oleh Pusat Teknologi Produksi Pertanian BPPT yang kemudian
bekerja sama dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor (IPB) dan Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawar
(BBPBAT) Sukabumi di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).
Melalui kegiatan penelitian yang dilakukan secara konsisten dan terus
menerus, akhirnya dapat dihasilkan ikan nila jantan super-YY yang telah
dilepas oleh Departemen Kelautan dan Perikanan pada tanggal 15 Desember
2006 di Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, dengan nama nila gesit (Carman
dan Sucipto, 2009).
Teknologi produksi ikan nila gesit merupakan inovasi teknologi
perbaikan genetik untuk menghasilkan keturunan ikan nila yang berkelamin
jantan melalui program pengembangbiakan yang menggabungkan teknik
feminisasi dan uji pro-geni untuk nila jantan yang memiliki kromosom YY
(YY genotypes). Ikan nila jantan dengan kromosom YY atau ikan nila gesit
apabila dikawinkan dengan betina normalnya (XX), akan menghasilkan
keturunan yang seluruhnya ber-kelamin jantan XY (genetically male
tilapia).
2.2. Klasifikasi dan Morfologi Nila
Dari ilmu taksonomi diketahui nila masih satu marga (genus) dengan
ikan mujahir, yaitu Oreochromis. Ikan nila termasuk ordo (bangsa) :
Percomorphi, Sub ordo : Percoidea, Famili : Cichlidae, Genus :
Oreochromis, dan Spesies : Oreochromis Niloticus. Ikan nila memiliki
bentuk tubuh yang memanjang dan ramping dengan sisik-sisik berukuran
besar. Perbandingan panjang terhadap tinggi tubuh adalah 3:1. Pada sirip
punggung, sirip perut, dan sirip ekor terdapat jari-jari lemah tetapi
keras dan tajam seperti duri. Sirip dada dan sirip ekor tidak memiliki
jari-jari seperti duri. Matanya berukuran besar dan menonjol dengan tepi
berwarna putih. Gurat sisi (línea lateralis) terputus di bagian tengah
tubuh, kemudian berlanjut lagi tetapi letaknya lebih ke bawah dibanding
garis me-manjang di atas sirip dada. Jumlah sisik pada gurat sisi ada 34
buah. Terdapat pola garis vertikal, 6 buah pada sirip ekor, 8 buah pada
sirip punggung, dan 8 buah pada tubuh (Ciptanto, 2010).
2.3. Habitat dan Kebiasaan Hidup
Habitat ikan nila adalah di air tawar, seperti sungai, danau,
waduk, dan rawa-rawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap
salinitas (euryhaline) sehingga dapat pula hidup dengan baik di air
payau dan laut. Menurut Kordi (2010), salinitas yang cocok untuk nila
adalah 0 – 35 ppt (part per thousand), namun salinitas yang memungkinkan
nila tumbuh optimal adalah 0-30 ppt. Sedangkan menurut Tim Karya Tani
Mandiri (2009), salinitas yang maksimal untuk pertumbuhan ikan nila yang
baik adalah 0-29 ppt. Ikan nila masih dapat hidup pada salinitas 31-35
ppt, tetapi pertumbuhannya lambat ( Kordi, 2010).
Selain itu, pH air yang cocok dalam budidaya ikan nila adalah
6-8,5, namun pertumbuhan optimalnya terjadi pada pH 7-8. Nilai pH yang
masih ditolelir nila adalah 5-11. Suhu optimal untuk pertumbuhan nila
antara 250C-300C. Pada suhu 220C, nila masih dapat memijah, begitu pula
pada suhu 370C. Pada suhu dibawah 140C atau lebih dari 380C, nila mulai
terganggu. Suhu mematikan berada pada 60C dan 420C. Ikan nila juga dapat
hidup pada perairan dengan kandungan oksigen minim, kurang dari 3 ppm
(part per million). Oleh karena itu, ikan ini dapat dipelihara di kolam
tadah hujan dan air tergenang lain yang minim oksigen, termasuk di kolam
terpal. Untuk pertumbuhan optimalnya, nila membutuhkan perairan dengan
kandungan oksigen minimal 3 ppm (Kordi, 2010).
2.4. Makanan dan Kebiasaan Makan
Ikan nila termasuk dalam ikan pemakan segala atau omnívora. Ikan
ini dapat berkembang biak dengan aneka makanan, baik hewani maupun
nabati. Ikan nila saat ia masih benih, pakannya adalah plankton dan
lumut sedangkan jika sudah dewasa akan diberi makanan tambahan, seperti
pelet dan daun talas (Tim Karya Tani Mandiri, 2009). Menurut Kordi
(2010), untuk pemeliharaan ikan nila,diberikan pakan buatan (pellet)
yang mengandung protein antara 20-25 %. Menurut penelitian, nila yang
diberikan pellet yang mengandung 25 % protein akan tumbuh optimal. Untuk
memacu pertumbuhan ikan nila, pakan yang di-berikan hendaknya
mengandung protein 25-35 %.
Dari pemeriksaan labolatoris, pada perut nila ditemukan berbagai
macam jasad, seperti Soelastrum, Scenedesmus, Dictiota, Oligochaeta,
larva Chironomus, dan sebagainya. Ternyata kebiasaan makan nila berbeda
sesuai dengan tingkatan umurnya. Benih ikan lebih suka memakan
zooplankton, seperti Rototaria, Copepoda, dan Clodocera. Ikan dewasa
memiliki kemampuan mengumpulkan makanan di perairan dengan bantuan mucus
(lendir) dalam mulutnya. Makanan tersebut membentuk gumpalan partikel
sehingga tidak mudah keluar. Ikan-ikan kecil diperairan alami mencari
makanan di bagian perairan yang dangkal, sedangkan ikan-ikan yang
berukuran lebih besar mencari makan di perairan yang dalam (Kordi,
2010).
2.5. Kebiasaan Berkembangbiak
Ikan nila dapat mencapai dewasa pada umur 4-5 bulan dan ia akan
mencapai pertumbuhan maksimal untuk melahirkan sampai berumur 1,5-2
tahun. Secara alami, nila biasanya memijah setelah turun hujan. Bila
tiba saatnya memijah, induk jantan membuat sarang berbentuk cekungan di
dasar perairan yang diameternya sekitar 30-50 cm, kemudian induk jantan
“menjemput” (menggiring) induk betina pasangannya masuk ke dalam sarang.
Induk betina akan menge-luarkan telur dan pada saat yang sama induk
jantan mengeluarkan sperma, sehingga terjadi pembuahan di dasar sarang.
Menurut Kordi (2010), telur ikan nila berbentuk bulat dan berwarna
kekuningan dengan diameter sekitar 2,8 mm. Sekali memijah induk betina
mengeluarkan telur sebanyak 250-1.500 butir. Sedangkan menurut Arie
(2004), telur ikan nila bersifat tenggelam tetapi tidak menempel, dan
berwarna kuning dengan diameter telur 2,5-2,8mm. Seekor induk betina
dengan berat 600 gram dapat menghasilkan sebanyak 2.000-3.000 butir .
Ikan ini tergolong jenis ikan mengerami telur (mouth breeder).
Pengeraman telur ini dilakukan oleh induk betina sejak telur dibuahi
sampai menetas, yaitu selama 6-8 hari. Setelah menetas biasanya larva
berukuran 4-6mm diasuh induk betina di pinggir kolam. Bila ada bahaya,
induk betina akan menyedot dan menyimpan larva tersebut dalam mulut.
larva diasuh induknya hingga kuat berenang dan dapat mencari makan
sendiri. Biasanya larva yang kuat berenang berukuran 8-12mm dan memiliki
sifat bergerombol. Dalam perkembang-biakannya, ikan nila bersifat
poligami, yaitu satu induk jantan dapat mengawini beberapa induk betina.
Induk jantan yang sudah pernah memijah dapat mencari pasangannya yang
lain. Tanda induk jantan sudah siap memijah adalah tubuhnya tampak
bercahaya dan sifatnya agresif (Arie, 2004).
2.6. Pembenihan ikan nila
Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2009), pembenihan ikan nila secara
intensif terbagi atas; a) pembuatan kolam, b) pemilihan induk dan
penyimpanan, c) pematangan gonad dan telur induk, d) pemijahan dan
penetasan telur, e) pemanenan larva.
2.6.1 Pembuatan Kolam
a. Kontruksi kolam
Kontruksi kolam yang digunakan merupakan penyempurnaan dari
kontruksi sebelumnya yang menggunakan pintu monik sebagai outlet. Outlet
kolam menggunakan “standing pipe”. Kontruksi tersebut tidak memerlukan
kayu papan untuk menutup pintu pengeluaran kolam (outlet). Saat
pemanenan, cukup dengan memiringkan pipa sedikit demi sedikit sehingga
larva tidak terbawa arus kuat. Kematian larva dan induk pun relative
sedikit. Tenaga kerja yang efisien dan efektif, yaitu cukup dua orang
untuk kolam dengan luas 800m2. Kontruksi dasar dalam dilengkapi dengan
bak yang disebut dengan istilah kobakan berbentuk persegi panjang dengan
luas sekitar 0,5 sampai 1,5% dari luas kolam dan tingginya 50-70cm.
Kobakan dibuat dekat outlet kolam, dengan fungsi utamanya sebagai tempat
berkumpulnya induk dan larva pada saat pemanenan. Saluran dasar kolam
(kamalir) dibuat dari inlet hingga ke kobakan yang berfungsi untuk
memudahkan induk dan larva dapat berkumpul dalam kobakan pada saat
panen.
b. Persiapan kolam untuk pemijahan ikan nila adalah peneplokan/perapihan
pematang agar pematang tidak bocor, meratakan dasar kolam dengan
kemiringan mengarah ke kamalir, membersihkan bak kobakan, menutup pintu
pengeluaran dengan peralon, pemasangan saringan di pintu pemasukan, dan
pengisian kolam dengan air. Pemasangan saringan dimaksudkan untuk
menghindari masuknya ikan-ikan liar sebagai predator atau kompetitor
yang dapat mempengaruhi kuantitas hasil produksi maupun kualitas benih
yang dihasilkan.
2.6.2 Pemilihan Induk dan Penyimpanan
2.6.2.1 Pemilihan Induk
Untuk memilih induk yang baik diperlukan pengalaman. Namun
demikian sebagai pedoman praktis, ciri-ciri induk ikan nila yang baik
adalah sebagai berikut.
a. Umur antara 4-5 bulan dan bobot 100-150 g. Induk yang paling produktif bobotnya antara 500-600g.
b. Tanda nila jantan, warna badannya lebih gelap dari betina. Bila
waktunya mijah, bagian tepi sirip berwarna merah cerah. Sifatnya galak
terutama ter-hadap jantan lainnya. Alat kelamin berupa tonjolan
(papilla) dibelakang lubang anus. Pada tonjolan itu terdapat satu lubang
untuk mengeluarkan sperma. Tulang rahang melebar kebelakang yang
memberi kesan kokoh. Bila waktu memijah tiba, sperma yang berwarna putih
keluar dengan pengurutan perut ikan ke arah belakang. Sisik nila jantan
lebih besar dari pada nila betina. Sisik di bawah dagu dan perut
berwarna gelap. Sirip punggung dan ekor ber-garis yang terputus-putus.
c. Tanda nila betina, alat kelaminnya berupa tonjolan di belakang anus.
Namun pada tonjolan itu ada 2 lubang. Lubang yang depan untuk
mengeluarkan telur, sedang lubang belakang untuk mengeluarkan air seni.
Warna tubuh lebih cerah dibandingkan dengan jantan dan gerakkannya
lamban. Bila telah mengandung telur yang matang (saat hampir mijah),
perutnya tampak membesar. Namun bila perutnya diurut, tidak ada cairan
atau telur yang keluar. Sisik di bawah dagu dan perut berwarna
putih/cerah. Sirip punggung dan ekor bergaris-garis tidak
terputus-putus.
2.6.2.2 Penyimpanan Induk
Kolam penyimpanan induk dibuat minimum ukuran 2m x 1m, kedalaman
0,75m untuk 2 ekor indukan, dan aliran air minimal 1 L/menit/m2. Pakan
di-berikan 3% x bobot total induk, dengan frekuensi pemberian 3 kali
sehari. Induk jantan dan betina disimpan secara terpisah. Padat
penebaran induk 1 ekor/m2.
2.6.3 Pematangan Gonad dan Telur Induk
Pematangan gonad dan telur induk merupakan tahap pertama dalam
pemijahan benih. Dalam bak penyimpanan, aliran air paling sedikit
0,8L/menit. Induk diberi pakan (pellet), 3% x bobot total induk dan
diberikan sebanyak 3 kali sehari yang mengandung protein sebanyak 30-40%
dengan kandungan lemak tidak lebih dari 3%. Perlu pula ditambahkan
vitamin E dan C yang berasal dari taoge dan daun-daunan/sayuran yang
diiris. Kurang lebih 2 minggu kemudian, induk sudah mengalami matang
gonad dan telur. Pada saat itu induk sudah dapat dipijahkan. Bobot induk
antara 500-600g.
2.6.4 Pemijahan dan Penetasan Telur
Untuk kolam yang luasnya 100m2 dapat ditebar induk nila sebanyak
90 ekor yang terdiri 30 ekor jantan dan 60 ekor betina. Bila telah
mendapatkan pasangan ikan jantan membuat cekungan di dasar kolam sebagai
tempat pemijahan. Cekungan berbentuk bulat cekung dengan garis tengah
kira-kira 30-50 cm atau tergantung ukuran induk ikan. Setelah cekungan
selesai dibuat, pasangan ikan nila melakukan pemijahan pada saat
matahari terbenam, selama proses pemijahan, induk betina berada di dalam
cekungan. Kemudian induk jantan mendekati induk betina. Pada saat itu
induk betina mengeluarkan telurnya. Telur-telur itu ter-simpan dalam
cekungan dan dalam waktu yang bersamaan induk jantan menghamburkan
spermanya dan terjadilah pembuahan telur (fertilisasi). Pe-lepasan telur
terjadi beberapa kali dalam jarak waktu beberapa menit. Waktu yang
diperlukan untuk pemijahan kurang lebih 10-15 menit. Sekali bertelur
induk nila dapat mengeluarkan telur 300-3000 butir, tergantung berat dan
umur induk betina.
Telur yang telah dibuahi lalu dikulum oleh induk betina di dalam
rongga mulut untuk dierami. Selama mengerami telur, induk betina tidak
makan sehingga kelihatan kurus. Selesai pemijahan, induk nila jantan
pergi meninggalkan induk betina. Beberapa hari kemudian, induk jantan
itu dapat melakukan perkawinan dengan betina lainnya. Telur menetas
setelah dua hari. Anak nila (burayak) yang baru menetas masih mengandung
kantong kuning telur. Ukuran burayak yang baru menetas antara 0,9-1 mm.
Burayak ini masih terus tinggal di dalam mulut induknya sampai 5-7 hari
sampai kuning telurnya terserap habis. Setelah itu burayak mulai
mencari makan diluar mulut induknya.
2.6.5 Pemanenan Benih
Panen larva dilakukan setiap 10 hari sekali pada pagi hari.
Tergantung luas kolam, penyurutan kolam dapat mulai disurutkan sehari
sebelumnya. Penyurutan air kolam dilakukan pertama-tama sampai
setengahnya. Sebelum surut total, bak tempat panen larva perlu
dibersihkan dari lumpur dengan cara membuka sumbat outlet kobakan.
Penyurutan secara total dilakukan sampai air hanya tersisa pada kobakan
saja. Induk dan larva akan berkumpul pada kobakan, dan segera di-lakukan
pengambilan larva menggunakan scop net. Kemudian larva ditampung
sementara dalam hapa ukuran 2m x 2m x 1m dengan mesh size 1,0mm.
Proses pengambilan larva ini dapat dilakukan oleh dua orang.
Pemungutan larva dilakukan secara total sampai bersih termasuk yang
masih terdapat dalam sarang, dengan cara membongkar sarang dan
mengarahkan larva ke kobakan. Sarang tempat pemijahan induk nila yang
berbentuk bulat di dasar kolam perlu dihitung untuk menaksir jumlah
induk yang memijah dan diratakan kembali. Ukuran larva yang dipanen ada
dua ukuran. Untuk itu, perlu dilakukan sortasi menggunakan hapa mesh
size 1,5mm. jumlah induk betina yang memijah se-banyak 30-40% dengan
perolehan larva sebanyak 60.000-80.000 ekor/paket/10 hari. Larva ukuran
kecil (9,0-13 mm) dapat digunakan untuk tujuan jantanisasi menggunakan
pakan berhormon. Adapun larva ukuran besar dapat langsung didederkan
dalam wadah pendederan.
DAFTAR HARGA IKAN VIOLET
| ||
JENIS IKAN | UKURAN | HARGA (Rp) |
GMT (ANAKAN GESIT) | 1-2 CM | 150 |
GMT (ANAKAN GESIT) | 2-3 CM | 250 |
GMT (ANAKAN GESIT) | 3-5 CM | 500 |
GMT (ANAKAN GESIT) | 5-7 CM | 1000 |
konsumsi nila gesit | 20 ekor perkilo | 16000 |
konsumsi nila gesit | 15 ekor perkilo | 16000 |
konsumsi nila gesit | 10 ekor perkilo | 16000 |
Note : Siapa Cepat Dia Dapat. ( 0877-80341069)
(Harga – harga yang tertera diatas belum termasuk ongkos kirim dan sewaktu waktu dapat berubah. Silahkan klik menu ORDER untuk keterangan lebih lanjut, terima kasih)
Alamat lengkapnya dimana ..ini jualan benih atau jualan siap konsumsi ...
BalasHapusAlamat lengkap nya gan...?
BalasHapusTitanium Bohr Model 03939 - TiGOR - The Silicon Arts
BalasHapusTitanium Bohr Model 03939 titanium legs I think this model of the titanium helix earrings motor parts can mens wedding bands titanium be easily designed using a titanium razor simple brush. I do love this motor for titanium price per ounce a
v867q9yvzyg133 horse dildo,vibrators,male sex toys,masturbators,prostate massagers,vibrators,sex chair,G-Spot Vibrators,dog dildo f505m3qymkg084
BalasHapusj930u4evccu025 horse dildo,penis sleeves,japanese sex dolls,cheap sex toys,sex chair,vibrators,sex chair,dog dildo,sex chair p671r8qoojf720
BalasHapus